Jumat, 30 Desember 2011

OSTEOMIELITIS

OSTEOMIELITIS

A.    KONSEP DASAR
1.      Defenisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
a.       Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
b.      Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
c.       Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
d.      Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain.

2.      Etiologi

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah dirawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.

3.      Klasifikasi

Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
a.       Osteomyelitis Primer à Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.
b.      Osteomyelitis Sekunder  à Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a.       Steomyelitis akut
1)      Nyeri daerah lesi
2)      Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
3)      Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
4)      Pembengkakan lokal
5)      Kemerahan
6)      Suhu raba hangat
7)      Gangguan fungsi
8)      Lab = anemia, leukositosis
b.      Osteomyelitis kronis
1)      Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
2)      Gejala-gejala umum tidak ada
3)      Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
4)      Lab = LED meningkat

            
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering :
a.       Staphylococcus (orang dewasa)
b.      Streplococcus (anak-anak)
c.       Pneumococcus dan Gonococcus

4.      Insiden

Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.

5.      Patofisiologi

Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada  pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

6.      Manifestasi Klinis

Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

7.      Evaluasi Diagnostik

a.       Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
b.      Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
c.       Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
d.      Pemeriksaan Biopsi tulang.
e.       Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
f.       Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difusi
Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar – x awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitif awal.
Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar – x. pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi.
8.      Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

9.      Pencegahan

Sasaran utamanya adalah pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.

B.     KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Riwayat Keperawatan
Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitis.Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b. Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat aritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya di atas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
c. Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
d. Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI










2.      Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan pasien dengan osteomielitis dapat meliputi yang berikut :
a.       Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi
b.      Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan beban berat badan
c.       Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
d.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
e.       Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka
f.       Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakitnya
g.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri dan ketakutan dalam bergerak.
h.      Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
i.        Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


















3.      Penyimpangan KDM






























4.      Intervensi Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan :
Nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Melaporkan berkurangnya nyeri
Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi
Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak
Pasien tampak tenang
Expresi wajah rilex
Dapat tidur atau beristirahat
Berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan
Intervensi
1)      Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas nyeri
R/: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
2)      Pantau Status neurovaskuler ekstremitas yang terkena.
R/: Neurovaskuler berpengaruh dalam proses percepatan penyembuhan
3.)    Mempertahankan imobilisasi (back slab).
Rasionalisasi : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka. Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
4.)    Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
Rasionalisasi : Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman.
5.)    Tinggikan bagian yang terkena
R/:Untuk mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.

6.)    Lakukan Teknik manajemen nyeri relaksasi napas dalam
R/: Untuk  mengurangi persepsi nyeri

7.)    Kolaborasi  pemberian analgetik.
R/: untuk menghilangkan/mengontrol nyeri
8.)    Berikan penjelasan tentang penyebab dan akibat nyeri
R/: Klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
b.      Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan penurunan kekuatan otot
Tujuan: Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil:
Berpartisipasi‑dalam aktivitas perawatan~diri
Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat
Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan
Meningkatkan / fungsi yang sakit.
Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi: 
1)      Kaji tingkat kerusakan mobilitas fisik klien
R/: Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
2)      Program pengobatan dengan membatasi aktivitas.
R/: Pembatasan aktivitas dianjurkan untuk mencegah kelelahan
3)      Liindungi tulang dengan alat mobilisasi dan hindarkan  stres pada tulang
R/: Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi.
4)      Partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan R/: Untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.
5)      Berikan pemahaman kepada klien tentang  pembatasan aktivitas
R/: Pemahaman klien tentang tindakan yang dilakukan akan mendorong untuk lebih kooperatif dalam mengikuti program pengobatan
9.)    Fisioterapi / aoakulasi terapi.
Rasionalisasi : Mengurangi gangguan mobilitas fisik.



c.       Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada tulang
Tujuan:Suhu tubuh dalam batas normal
KH      : Klien mengatakan tidak demam, badan tidak terasa panas,  suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
1.) Kaji adanya keluhan atau tanda-tanda perubahan peningkatan suhu tubuh
R/:Perubahan (peningkatan) suhu tubuh akan menunjukkan berbagai gejala seperti mata merah, badan terasa hangat
2.) Monitor tanda vital : suhu badan
R/: Sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
3.)    Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ :Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
4.) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/: Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
5.) Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.
6.) Kolaborasi pemberian
F Obat antipeuretik
R/ : Untuk menurunkan demam
F Obat antiboitik
R/ : Untuk mengobati infeksi sehingga tidak terjadi peningkatan suhu tubuh



d.      Gangguan istirahat tidur b/d nyeri
Tujuan : Pola tidur kembali normal
KH            : Adanya perbaikan dalam pola tidur
Intervensi :
1.)    Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur pasien, karakteristik dan penyebab kurang tidur
R/:Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan
2.)    Keadaan tempat tidur, bantal yang nyaman dan bersih
R/: Meningkatkan kenyamanan saat tidur
3.)    Lakukan persiapan untuk tidur malam
R/: Mengatur pola tidur
4.)    Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam  sebelum tidur.
R/: Aktifitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari.
5.)    Instuksikan tindakan relaksasi.
R/: Membantu menginduksi tidur.
6.)    Kurangi kebisingan dan lampu.
R/ : Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
7.)    Kolaborasi pemberian obat
·         Analgetik
R/: Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
·         Berikan sedatif hipnotik sesuai indikasi
R/: Membantu pasien untuk istirahat dan tidur






e.       Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka pada kaki
Tujuan       : Integritas kulit membaik
KH             : tidak terjadi infeksi sekunder , terbentuk jaringan baru, dan jaringan  nekrotik berkurang atau hilang  
Intervensi :
1.)    Observasi adanya infeksi sekunder pada sekitar luka
R/ : Untuk mengetahui adanya infeksi sekunder yang terjadi sebagai indikasi untuk melakukan intervensi selanjutnya.
2.)    Ubah posisi kaki yang sakit setiap 2 jam
R/ : Untuk meningkatkan sirkulasi darah ke jaringan
3.)    Lakukan perawatan luka setiap hari dengan tekhnik sterulisasi
R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan luka
4.)    Buang jaringan nekrotik
R/ :Untuk  mempercepat proses pembentukan jaringa baru
5.)    Penatalaksanaan pemberian antibiotik
R/ :Untuk membunuh kuman atau bakteri ynag ada dalam gangren
f.       Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
Tujuan     :Ansietas berkurang atau hilang
KH             :Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi :
1.)    Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
R/ :Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif dalam perawatan diri, keterampilan koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas.
2.)    Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
R/: Membuat hubungan terapeutik. Membantu orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres
3.)    Beri informasi yang akurat dan nyata tentang apa tindakan yang dilakukan
R/ :Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa control dan membantu menurunkan ansietas
4.)    Berikan lingkungan tenang dan istirahat
R/: Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas
5.)    Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian
R/: indakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada penyembuhan
6.)    Beri dorongan spiritual
R/: Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME
7.)    Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
R/  : Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas
8.)    Kolaborasi pemberian obat sedatif
R/: Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat
g.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri dan ketakutan dalam bergerak.
Tujuan :Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
KH :
Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi:
1)      Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
R/ : Merokok, suhu ekstrim dan stres menyebabkan vasokonstruksi pembuluh darah dan peningkatan beban jantung.
2)      Anjurkan program hemat energi.
R/ : Mencegah penggunaan energi berlebihan.
3)      Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap.
R/: Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan  fisik yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan.
4)      Beri waktu istirahat yang cukup.
R/: Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan.


h.      Resiko terhadap perluasan infeksi berhungan dengan pembentukan abses tulang.
                  Tujuan : Tidak terjadi resiko perluasan infeksi yang dialami.
KH : Mencapai waktu penyembuhan.
Intervensi:
1.)    Awasi TTV. Perhatikan demam ringan, menggigil,nadi dan pernapasan cepat
R/: Untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi
2.)    Observasi drainase dari luka
R/: adanya drain meningkatkan resiko infeksi
3.)    Ganti balutan dengan sering , pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
R/: Balutan yang basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media bagi bakteri
4.)    Berikan antibiotic sesuai indikasi
R/: mengurangi resiko infeksi
i.        Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan
KH            :
S  Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan  alasan dari suatu tindakan
S  Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi:
1.)    Ciptakan lingkungan saling percaya
R/ : Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.)    Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/: Mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien
3.)    Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisi sekarang
R/ : Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas
4.)    Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan
R/:Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
5.      Evaluasi
a.       Mengalami peredaan nyeri ditandai dengan:
1.)    Melaporkan berkurangnya nyeri
2.)    Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi
3.)    Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak
4.)    Pasien tampak tenang
5.)    Expresi wajah rilex
6.)    Dapat tidur atau beristirahat
7.)    Berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan
b.      Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan ditandai dengan
1.)    Berpartisipasi‑dalam aktivitas perawatan~diri
2.)    Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat
3.)    Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan
4.)    Meningkatkan / fungsi yang sakit.
5.)    Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas
c. Suhu tubuh dalam batas normal ditandai dengan klien mengatakan tidak demam, badan tidak terasa panas,  suhu tubuh dalam batas normal
d.      Pola tidur kembali normal adanya perbaikan dalam pola tidur ditandai dengan
e.       Integritas kulit membaik dengan ditandai dengan tidak terjadi infeksi sekunder , terbentuk jaringan baru, dan jaringan  nekrotik berkurang atau hilang  
f.       Ansietas berkurang atau hilang  ditandai dengan klien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi.
g.      Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas ditandai dengan menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
h.      Tidak terjadi resiko perluasan infeksi yang dialami ditandai dengan mencapai waktu penyembuhan.
i.        Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan ditandai dengan :
S  Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan  alasan dari suatu tindakan
S  Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar