Jumat, 30 Desember 2011

ASKEP TUBERCULOSIS

TUBERCULOSIS PARU

I.                   KONSEP DASAR
A.    Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang mengenai sistem pernapasan dan merupakan penyakit menular, berpindah melalui oral inhalasi yaitu udara pernapasan droplet. (Mansjoer Arif, 2001; hal. 472)
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis  adalah penyakit infekai menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. 
B.     Etiologi
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan tahan asam ( Price , 1997 )
1.      Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /mm
2.      Dengan tebal 0,3 – 0,5 mm. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.




C.     Klasifikasi
Menurut Slamet Suyono (2001), Tuberculosis dapat diklasifikasikan menjadi :
1.      Secara patologis
a.       Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Partikel masuk ke alveolar dengan ukuran partikel < 5 mikrometer.
b.      Tuberculosis post primer (adult tuberculosis)
Tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis post primer : TB sekunder). Mayoritas terinfeksi TB usia tua (elderly tuberculosis).
2.      Secara aktiifitas radiologis
a.    Tuberculosis paru aktif
b.   Tuberculosis paru non aktif
c.       Quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3.      Secara radiologis (luas lesi)
a.       Tuberculosis minimal
b.      Moderately advanced tuberculosis
c.       Far advanced tuberculosis
Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)
-     Kategori       0       =   -   Tidak pernah terpapar / terinfeksi
-       Riwayat kontak negatif
-       Tes tuberculin

 -     Kategori        I       =   -    Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi
-       Riwayat / kontak negatif
-       Tes tuberkulin negatif
                     -    Kategori      II       =   -   Terinfeksi TB tapi tidak sakit
-       Tes tuberkulin positif
-       Radiologis dan sputum negatif
                    -    Kategori      III       =   -    Terinfeksi dan sputum sakit


D.    Manifestasi Klinis
          Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . (Mansjoer , 1999)
Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan (Luckman dkk, 93 )    
Menurut Slamet Suyono (2001), Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang paling banyak terjadi yaitu :

1.      Demam
Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, tetapi kadang-kadang panas badan mencapai 40-410C. Demam biasanya menyerupai demam influenza sehingga penderita biasanya tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
2.      Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk biasanya dialami ± 4 minggu dan bahkan berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk non produktif. Keadaan ini biasanya akan berlanjut menjadi batuk darah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3.      Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah meliputi bagian paru-paru.
4.      Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5.     Malaise
Tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (BB menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan berkeringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. (Slamet Suryono, 2001)
E.     Patofisiologi
Tuberculosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikro-organisme Mycobaterium tuberculosis yang biasnya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi  bronkiolus atau alveolus, kuman yang dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi atau kadang-kadang melalui lesi mulut (Elizabeth J. Corwin, Patofisiologi, 2001).
Apabila bakteri tuberkulin dalam tuberkulin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah maka penjamu akan melakukan respons imun dan peradangan yang kuat karena respon yang hebat terutama diperantarai oleh sel T, maka sekitar 5% orang yang terpanjang basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.
Basil tuberculosis dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli.
Massa jaringan baru yang disebut granumolus yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomus diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan (bahan dan makrofag) menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju atau nekrosis kaseosa.
Penyakit tuberculosis dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah yang biasanya disebut penyebaran limfohematogen dan penyebaran hematogen.
F.      Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan radiologis
a.       Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas-batas yang tidak tegas.
b.      Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas, lesi ini disebut sebagai tuberculoma.
c.       Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.
d.      Gambaran tuberculosis miliar berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
e.       Gambaran radiologis lain yang biasa menyertai paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen dipinggir paru/pleura (pneumotoraks).
Pemeriksaan khusus yang kadang juga diperlukan adalah bronkografi yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan tuberculosis.
Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnostik tuberculosis, yaitu:
· Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
· Bayangan berawan (pachy) atau bercak (nodular)
· Adanya kavitas, tunggal atau ganda
· Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
· Adanya klasifikasi
· Adanya bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
· Bayang milliar
2.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Darah
· Jumlah leukosit yang meninggi
· LED meninggi
b.      Sputum BTA
· Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan
· Diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum

c.       Tes Mantoux / Tuberkulin
Tes Mantoux adalah tes kulit yang digunakan untuk menentukan apakah individu terinfeksi basil tuberculosis. Ekstraksi basil tuberkulin disuntikkan ke dalam lapisan intradermal pada aspek dalam lengan bawah, sekitar 10 cm di bawah siku.
Untuk mengetahui apakah positif mengandung tuberkulin, yang hasilnya dapat dilihat 24-72 jam, positif jika lebih dari 10 mm dan negatif jika dibawah 5 mm.
Reaksi positif tidak selalu berarti bahwa terdapat penyakit aktif di dalam tubuh. Kebanyakan orang (lebih dari 90%) yang menunjukkan reaksi tuberkulin signifikan tidak mengalami tuberculosis klinis.
Reaksi negatif berarti bebas infeksi tuberculosis atau penyakit karena pasien yang mengalami imunosupresif tidak mampu untuk membentuk respon imun yang adekuat untuk membentuk tes kulit positif.
d.      Tes PAP (Peroksidase Anti Peraoksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
e.       Tekhnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam specimen. Juga mendeteksi adanya retensi.
f.       Becton Dickinson Diagnostik Instrument System
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh M. Tuberculosis.
g.      Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa respon antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan masalah.
h.      MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam dalam serum pasien. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
Klasifikasi diagnostik TB adalah:
1.      TB paru
a.       BTA mikroskopis langsung positif atau biakan positif, kelainan foto thoraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB. 
b.      BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB. Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat. 

2.      TB paru tersangka
Diagnosis pada tahap inibersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat paling lambat 3 bulan. Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai. 
3.      Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.
G.    Komplikasi
Menurut Slamet Suyono (2001), Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a.       Komplikasi dini
1)      Pleuritis
2)      Efusi pleura
3)      Empiema
4)      Laringitis
Menjalar ke organ lain : Usus
Poncet’s arthropathy


b.      Komplikasi lanjut
1)      Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
2)      Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal
3)      Amiloidosis
4)      Karsinoma paru
5)      Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)
Menurut Depkes RI (2001), komplikasi yang sering terjadi pada tuberculosis paru stadium lanjut :
a.       Homoptisis berat (pendarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
b.      Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c.       Bronkiectasis dan fibrosis pada paru
4)   Pneumotorak spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5)   Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal.
6)   Insufisiensi kardiopulmoner (Cardio pulmonary insuficiency)





H.    Penatalaksanaan
Jenis  obat yang dipakai
-  Obat Primer                               -  Obat Sekunder
    1.  Isoniazid (H)                               1.  Ekonamid
    2.  Rifampisin (R)                             2.  Protionamid
    3.  Pirazinamid (Z)                           3.  Sikloserin
    4.  Streptomisin                                4.  Kanamisin
    5.  Etambutol (E)                              5.  PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6.      Tiasetazon
7.      Viomisin
8.      Kapreomisin
 Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
1.      Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi  negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2.      Tahap  lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah Kategori 1 :
Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau  2HRZE/6HE
Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA Positif, penderita TB Paru BTA Negatif Roentgen Positif yang “sakit berat” dan Penderita TB ekstra Paru Berat.
Tahap
Lama
(H) / day
 R day
Z day
F day
Jumlah
Hari X
Nelan Obat
Intensif
2 bulan
1
1
3
3
60
Lanjutan
4 bulan
2
1
-
-
54
                     Kategori II :
-            paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
       Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), pendrita gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai ( after default)




Tahap
Lama
(H)
@300
 mg
R
@450
mg
Z
@500
mg
E
@ 250
mg
E
@500
mg
Strep.
Injeksi
Jumlah
Hari X
Nelan Obat
Intensif
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,5 %
60
30
Lanjutan
5 bulan
2

1
3
2
-
66
Kategori III :
-            paduan obat 2HRZ/4H3R3
Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif    sakit ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB Kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal

Tahap
Lama
H @ 300 mg
R@450mg
Hari X Nelan Obat
Intensif
2 bulan
1
1
3
60
Lanjutan
3 x week
4 bulan
2

1
1
54

OAT sisipan
Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila pada akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama satu bulan.

Tahap
Lama
H
@300mg
 R
@450mg
Z
@500mg

E day
@250mg
Nelan X
Hari
Intensif
(dosis harian)
1 bulan
1
1
3
3
30











II.                KONSEP KEPERAWATAN
A.    Pengkajian  
1.      Aktivitas/istirahat
Θ Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil atau berkeringat, mimpi buruk.
Θ Tanda : Takhikardia, takhipnu/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut).
2.      Integritas EGO
Θ Gejala : Adanya /factor stress lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tdk berdaya/ tdk ada harapan.
Θ Tanda : Menyangkal, ansietas, ketakutan dan mudah terangsang.
3.      Makanan/cairan
Θ Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
Θ Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
4.      Nyeri/kenyamanan
Θ Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Θ Tanda : Berhati-hati pada area sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5.      Pernapasan
Θ Gejala : Batuk produktif atau tidak, nafas pendek, riwayat TBC/terpajan pada individu terinfeksi.
Θ Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan, pengembangan pernapasan tidak simetris, perkusi pekak dan penurunan fremitus, karakteristik sputum (hijau,/purulen, mukoid kuning atau bercak darah), deviasi tracheal, tdk perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut.
6.      Keamanan
Θ Gejala : Adanya kondisi penekanan imun.
Θ Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
7.      Interaksi social
Θ Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisikuntuk melaksanakan peran.
8.      Penyuluhan/pembelajaran
Θ Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, gagal untuk membaik, tidak berpartisipasi dalam terapi.







B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3.      Potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan adanya bakteri aktif dalam paru-paru
4.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ventilasi
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
6.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
7.      Nyeri berhubungan dengan pecahnya pembuluh darah pulmonal bila batuk darah.
8.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan nyeri
9.      Ansietas berhubungan dnegan informasi yang kurang/tidak akurat tentang terjadinya batuk darah.
10.  Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.






C.     Patofisiologi penyimpangan KDM























D.    Intervensi Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif
Kriteria hasil :
Ü  Klien tidak ada suara napas tambahan.
Ü  Klien mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara bila diindikasikan.
Ü  Klien minum banyak ( 1500 - 2000 cc)untuk menurnkan kekentalan sekret.
Rencana Tindakan :
a.        Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk agar tidak keras-keras..
R/:Batuk yang keras menyebabkan perdarahan pembuluh adrah pada pulmonal.
b.      Lakukan pernapasan diafragma.
R/:Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
c.       Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/:Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.



d.      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e.       Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/: Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f.       Jelaskan pada klien dan keluarga mematuhi anjuran dari dokter dan perawat : seperti menghindari makanan yang menyebabkan batuk, serta bau-bauan.
R/:Dengan informasi yang jelas klien diharapkan dapat bekerja sama dalam pemberian terapi.
g.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian obat transamin 3 x 1 amp., codein 3 x 1 tab
R/: Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas perdarahan klien dari batuk darahnya
2.      Diagnosa Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil :
Ü  Klien mengetahui penyebab dari batuk darah
Ü  Klien tidak sesak napas lagi ( R = normal)
Ü  Tidak memakai oksigen tambahan.
Intervensi :
a.       Berikan posisi yang  nyaman, sesuai yang diindikasikan oleh dokter.
R/: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b.      Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/: Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c.       Berikan Oksigen sesuai advis dokter 2 l/menit
R/ dapat mengurangi sesak napas / menambahi kekurangan oksigennya.
d.      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan dan jelaskan tentang etiologi /faktor pencetus adanya sesak..
R/: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e.       Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/: Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas
f.        Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
R/: Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3.      Potensial terhadap tranmisi infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri aktif dalam paru-paru
Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
Kriteria hasil :
Klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
Intervensi:
a.       Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
R/: Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b.      Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
R/: Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi



c.       Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
R/: Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d.      Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
R/: Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi
e.       Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
R/: Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f.       Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.
R/: Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi
4.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ventilasi
Tujuan : Perbaikan dalam pola nafas.
KH        : Menunjukkan pola napas efektif
Intervensi
a.       Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu pernafasan
R/     : Untuk menentukan intervensi selanjutnya
b.      Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas seperti ronchi
                  R/     : Ronchi menyertai obstruksi jalan napas
c.       Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin.
R/   :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difus gas.
d.      Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir
 R/   : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan tekhnik ini pasien akan bernapas lebih efisien dan efektif.
e.       Dorong/ bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk
R/ :Untuk mengurangi ketidak nyamanan upaya napas  mengurangi penumpukan sputum
f.       Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan.
R/ : Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
g.      Berikan oksigen tambahan
R/   : Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
h.      Berikan humidifikasi tambahan mis: nebuliser ultrasonik
R/ :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan
i.        Bantu fisioterapi dada
R/   : Memudahkan upaya pernapasan dalam dan meningkatkan drainase sekret.
j.        Bantu dengan bronkoskopi
R/   :Kadang-kadang berguna untuk membersihkan jalan napas
5.      Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
KH   :Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan ak adanya dipsnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal
Intervensi
a.       Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R/  :Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
b.      Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/    :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat


c.       Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya aktivitas dan istirahat.
R/    :Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
d.      Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
R/     : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal
e.       Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
R/        :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Ü Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Ü Menu makanan yang disajikan habis
Ü Peningkatan berat badan



Intervensi
a.       Awasi masukan /pengeluaran dan berat badan secara periodik
R/: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan 
b.      Selidiki anoreksia,mual dan muntah
R/: mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrien
c.       Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
R/: memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu
d.      Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
R/ : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
e.        Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh ,bun, protein,serum, dan albumin
R/: nilai rendah menunjukan mal nutrisi
7.      Nyeri berhubungan dengan pecahnya pembuluh darah pulmonal dan inflamasi alveoli
Tujuan : Nyeri menghilang
Kriteria hasil: Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, TTV dalam batas normal


Intervensi:
a.       Kaji karakteristik, lokasi dan intensitas nyeri
R/: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
b.      Observasi TTV
R/: Perubahan TTV merupakan indikasi adanya nyeri yang sangat hebat
c.       Berikan tindakan distraksi degan perrbincangan
R/: Mengalihkan klien dari nyeri yang dirasakan
d.      Anjurkan klien menekan dada selama episode batuk
R/: Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
e.       Jelaskan penyebab nyeri dan akibatnya
R/: peningkatan pengetahuan meningkatkan kooperatif klien dalam pemberian tindakan
f.       Kolaborasi
·         Pemberian obat analgetik
R/: untuk mengontrol nyeri
·         Pemberian obat anti tusif
R/: untuk menekan batuk






8.      Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.
Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
-          Memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
-          Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
-          Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
Intervensi :
a.    Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur pasien, karakteristik dan penyebab kurang tidur
R/:Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan
b.      Keadaan tempat tidur, bantal yang nyaman dan bersih
R/: Meningkatkan kenyamanan saat tidur
c.       Lakukan persiapan untuk tidur malam
R/: Mengatur pola tidur
d.      Anjurkan klien  untuk relaksasi pada waktu akan tidur.
R/: Memudahkan klien untuk bisa tidur
e.       Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
R/: Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur.



f.       Kolaborasi pemberian obat
·         Analgetik
R/: Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
·         Berikan obat antitusif
R/: untuk menekan batuk
9.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan hospitalisasi
Tujuan       :Ansietas berkurang atau hilang
KH              :Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi  :
a.       Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
R/ :Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif dalam perawatan diri, keterampilan koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas.
b.      Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
R/: Membuat hubungan terapeutik. Membantu orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres
c.       Beri informasi yang akurat dan nyata tentang apa tindakan yang dilakukan
R/ :Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa control dan membantu menurunkan ansietas

d.      Berikan lingkungan tenang dan istirahat
R/: Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas
e.       Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian
R/: indakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada penyembuhan
f.       Beri dorongan spiritual
R/: Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME
g.      Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
R/  : Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas
h.      Kolaborasi pemberian obat sedatif
R/: Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat
10.  Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya imformasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.




Intervensi
a.       Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
R/: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
b.      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
R/: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
c.       Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
R/: Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.
d.      Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
R/: Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
e.       Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
R/: Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.
f.       Berikan intruksi dan informasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat.
R/: Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
g.      Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir.
R/: Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat  meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.
E.     Evaluasi
1.      Kebersihan jalan napas efektif ditandai dengan
Ü  Klien tidak ada suara napas tambahan.
Ü  Klien mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara bila diindikasikan.
Ü  Klien minum banyak ( 1500 - 2000 cc)untuk menurunkan kekentalan sekret.
2.      Pertukaran gas efektif ditandai dengan
Ü  Klien mengetahui penyebab dari batuk darah
Ü  Klien tidak sesak napas lagi ( R = normal)
Ü  Tidak memakai oksigen tambahan.
3.      Klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit  yang ditandai dengan kegagalan kontak klien.
4.      Pola napas efektif ditandai dengan klien melaporkan tidak sesak, frekuensi napas normal (16-24)x/i
5.      Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat ditandai dengan tidak adanya dipsnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal

6.      Kebutuhan nutrisi adekuat ditandai dengan
Ü Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Ü Menu makanan yang disajikan habis
Ü Peningkatan berat badan
7.      Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, TTV dalam batas normal
8.      Kebutuhan tidur terpenuhi ditandai dengan
-          Memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
-          Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
-          Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
9.      Ansietas berkurang atau hilang ditandai dengan klien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi
10.  Klien mengetahui pengetahuan informasi tentang penyakitnya ditandai dengan klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.


DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, Marilyn. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Smeltzer,Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth ed.8. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V. Jakarta : Interna publishing








1 komentar: