DEMAM THYFOID
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
a. Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Arief, Mansjoer, 2000).
b. Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam, M. Nurs dkk, 2005)
c. Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
2. Etiologi
Etiologi thypoid abdominalis adalah salmonella typhi yang berhasil diisolasi pertama kali dari seorang pasien thypoid abdominalis oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884, mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negatif yang motil dan bersifat aerob. Kuman Salmonella thypii masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang tercemar. (Soegeng Soegijanto, 2002)
3. Insiden
Thypoid abdominalis merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas didaerah tropis dan subtropis terutama didaerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran thypoid abdominalis di negara sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar hygiene industri pengelolahan makanan yang masih rendah. Menurut PANG, selain karena meningkatnya urbanisasi, thypoid abdominalis masih terus menjadi masalah karena faktor lain yaitu penyediaan air bersih yang tidak memadai. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Di Indonesia, thypoid abdominalis terdapat dalam keadaan endemik, pasien anak yang ditemukan berumur diatas satu tahun. (Ngastiyah, 2005).
Selama ini penyakit thypoid abdominalis masih merupakan masalah kesehatan diberbagai negara tropis, terutama Indonesia, kejadian tifus didunia sekitar 16 juta kasus setiap tahunnya. Di Indonesia kejadian thypoid abdominalis mencapai 760-810 kasus per 100 ribu penduduk per tahun. (Anonim, 2007).
4. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah, 2005).
5. Manifestasi Klinik
a. Masa tunas 10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
b. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
c. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan.
e. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau koma (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
f. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
6. Komplikasi
Komplikasi demam thypoid dibagi dalam :
a. Komplikasi Intestinal
1. Pendarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
b. Komplikasi ektra-intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.
Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru
Pneumonia, emfiema, dan pleuritis
Pneumonia, emfiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepair dan kandung empedu
Hepatitis dan kolesistitis
Hepatitis dan kolesistitis
e. Komplikasi ginjal
Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis
Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis
f. Komplikasi neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom, katatoni
Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom, katatoni
7. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan darah
· Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu)
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
· Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
b. Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Perawatan
Pasien thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan, observasi dan diberikan pengobatan yakni :
· Isolasi pasien.
· Desinfeksi pakaian.
· Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.
· Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi, boleh berdiri kemudian berjalan diruangan.
b. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan biasa.
c. Obat
Obat anti mikroba yang sering digunakan :
· Cloramphenicol
Cloramphenicol masih merupakan obat utama untuk pengobatan thypoid.
Dosis untuk anak : 50 – 100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas panas/minimal 14 hari.
· Kotrimaksasol
Dosis untuk anak : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas/minimal 10 hari.
· Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Cloramphenicol juga diterapi dengan ampicillin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnose keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
e. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
f. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
g. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
h. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
i. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
j. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kelemahan
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya.
3. Patofisiologi Penyimpangan KDM
4. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3X24 jam pola napas efektif
Kriteria hasil : - Pola napas efektif
· Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
· Tidak ada keluhan sesak
· Frekuensi pernapasan dalam batas normal
24-32 x/menit
Intervensi keperawatan
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen
2) Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
3) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
4) Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
5) Kolaborasi
Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/: Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, proses peradangan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 X
24 jam, suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda peningkatan suhu tubuh,
TTV dalam batas normal
TD : 80-120/60-80 mmhg
N : 80-100x/i
S : 36,5-370 C
P : 24-32x/i
Intervensi Keperawatan
1.) Observasi tanda-tanda vital
R/: Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan penyakit dan menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya
2.) Beri kompres pada daerah dahi
R/: Pemberian kompres dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas
3.) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
4.) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
c. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : - Tidak ada keluhan nyeri
· Wajah tampak tampak rileks
· Skala nyeri 0-1
· TTV dalam batas normal
TD : 80-120/60-80 mmhg
N : 80-100x/i
S : 36,5-370C
P : 24-32x/i
Intervensi keperawatan
1.) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2.) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
3.) Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
4.) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5.) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24
jam, pola tidur efektif
Kriteria hasil : Melaporkan tidur nyenyak
· Klien tidur 8-10 jam semalam
· Klien tampak segar
Intervensi Keperawatan
1.) Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnya
2.) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
3.) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
4.) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
e. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan hipertermi, intake inadekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24
jam, tidak terjadi defisit volume cairan
Kriteria hasil : Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi
Keseimbangan intake dan output dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah
Intervensi Keperawatan
1) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan
2) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
3) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
4) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
5) Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
f. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, nausea, intake inadekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam kekurangan nutrisi tidak terjadi
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat
· Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
· Porsi makan dihabiskan
Intervensi keperawatan
1) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya
2) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
3) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
4) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
5) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, pedas
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
6) Kolaborasi
Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
g. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, pola eliminasi kembali normal
Kriteria hasil : - Klien melaporkan BAB lancar
- Konsistensi lunak
Intervensi Keperawatan
1) Kaji pola eliminasi klien
R/: Sebagai data dasar gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnya
2) Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
3) Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
4) Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
5) Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
6) Kolaborasi
Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
h. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X
24 jam, persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil : - Tidak terjadi gangguan kesadaran
Intervensi Keperawatan
1) Kaji status neurologis
R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
2) Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
3) Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko cedera
4) Kolaborasi
Kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai
i. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X
24 jam, tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil : - Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari
secara mandiri
Intervensi Keperawatan
1) Kaji tingkat intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
3) Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
4) Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini
j. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kelemahan; tirah baring
Tujuan : gangguan personal hygiene teratasi
Kriteria hasil : klien tampak rapid an tampak segar
Intervensi keperwatan :
1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
R/: Membantu dalam mengantisipasi / merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
2) Lakukan washlap keseluruh tubuh klien dengan air hangat
R/: Memberikan kenyamanan dan menjaga kebersihan kulit klien
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut klien
R/: Kebersihan mulut dapat meningkatkan kenyamanan dan selera makan dan kesehatan pencernaan.
4) Anjurkan orang tua klien untuk mengganti pakaian klien setiap hari
R/: Memberikan kenyamanan kepada klien
5) Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan diri
R/: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif klien dan keluarga dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X
24 am, kecemasan teratasi
Kriteria hasil : - ekspresi tenang
- Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
Intervensi Keperawatan
1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
3) Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang
4) Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
5) Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang lebih kuasa yang dapat menyembuhkan
E. Evaluasi
a. Pola napas efektif
- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
- Tidak ada keluhan sesak
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal
24-32 x/menit
b. Suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria :
· Suhu tubuh 36°C - 37°C
· Bebas demam
c. Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
· Klien tidak mengeluh nyeri.
· Wajah klien ceria
d. Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dengan kriteria :
· Turgor kulit baik.
· Mukosa lembab
· Intake cairan adekuat.
· Tidak terjadi muntah.
e. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
· Nafsu makan baik.
· Menunjukkan berat badan stabil/ideal.
f. Tidak terjadi gangguan pola tidur dengan kriteria:
· Tidak ada keluhan tidur kurang
· Klien tampak segar
· Klien tidur 8-10 jam semalam
g.Gangguan persepsi sensori teratsi ditandai dengan tidak terjadi gangguan kesadaran
h.Tidak terjadi gangguan eliminasi BAB, dengan kriteria:
· Klien BAB 1 kali sehari
· Konsistensi lunak
i. Kelemahan tearatasi ditandai dengan klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
j. Gangguan personal hygiene teratasi ditandai dengan klien tampak rapi dan tampak segar
k. Kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria :
· Ekspresi wajah oran tua nampak tenang
· Orang tua nampak tenang
· Tidak sering bertanya tentang penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2007), Defenisi Typhoid Abdominalis, (online) (http://www.laboratorium klinik prodia.com, diakses 07 Agustus 2011
Anonim, (2007), Epidemiologi Typhoid Abdominalis, (online) (http://www.pontianak post.com, diakses 07 Agustus 2011
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta, Salemba Medika.
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 1), Jakarta , Salemba Medika.
Ngastiyah, (2005), Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, Jakarta, EGC.
Nursalam dkk, (2005), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Salemba Medika.
Pearce C, (2004), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta , PT. Gramedia.
Saifuddin, (2006), Anatomi Fisilogi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar